Kamis, 13 Januari 2011

REVITALISASI PASAR TRADISIONAL SURABAYA

Perkembangan pasar modern di wilayah perkotaan di Indonesia yang sangat pesat memberikan implikasi negatif kepada pasar tradisional. Maraknya perkembangan pasar modern ini menyebabkan menurunnya minat masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional. Pangsa pasar dan kinerja usaha pasar tradisional menurun, sementara pada saat yang sama pasar modern mengalami peningkatan.

Pertumbuhan pasar modern di kota Surabaya pada tahun 2009 begitu luar  biasa, hal ini berbanding terbalik dengan kondisi pasar tradisional yang pertumbuhannya hanya 5% pertahun dibandingkan dengan pasar modern 16% pertahun.  Pada tahun 2009 telah tercatat lebih dari 210 minimarket tersebar di 31 kecamatan di Surabaya. Artinya rata-rata di setiap kecamatan terdapat tujuh minimarket. Sedangkan jumlah pasar tradisional tercatat 81 pasar. Berdasarkan skala pelayanannya, maka kondisi pasar modern saat ini telah berlebih.

            Menjamurnya keberadaan pasar modern akan menjatuhkan pasar tradisional yang semakin lama semakin terhimpit. Beberapa factor yang menyebabkan pasar tradisonal kurang diminati dibandingkan dengan pasar modern yaitu
Kriteria
Pasar Modern
Pasar Tradisional
Fasilitas
·   Bangunan modern ber-AC
·   bersih
·   Terdiri dari kios – kios perorang
·   Kumuh, becek, kotor
Cakupan Pelayanan
Cakupan pelayanan satu kota
Cakupan pelayanan satu kecamatan
Barang yang dijual
Barang yang dijual beragam dengan kualitas yang lebih terjamin.
Barang yang dijual lebih pada kebutuhan sehari-hari
Jam buka
24 jam
Terbatas

Berdasarkan tabel diatas maka pasar modern lebih menarik minat konsumen dengan beberapa kelebihan yang diberikan. Semakin menurunnya kinerja pasar tradisonal dikarenakan pasar tradisional tidak mampu bersaing, kemampuan sumber daya masyarakat yang terbatas, lemahnya dalam sumber pendanaan serta kelalaian pemerintah dalam memperhatikan keberadaan pasar tradisional.

Padahal sebenarnya pasar tradisonal memiliki peranan penting dalam kehidupan perekonomian perkotaan yaitu yang pertama dengan menurunnya jumlah pasar tradisional menyebabkan terjadinya perubahan secara signifikan atas tenaga kerja di pasar tradisional sehingga menimbulkan pengangguran pada masyarakat. Pengangguran ini menyebabkan semakin banyaknya jumlah kriminalitas. Kedua, sesungguhnya perputaran ekonomi masyarakat terjadi pada pasar tradisional. Disini uang beredar dibanyak tangan, tertuju dan tersimpan dibanyak saku, rantai perpindahannya lebih panjang, sehingga kelipatan perputarannya lebih panjang dan akan terus berputar pada masyarakat. Berbeda dengan pasar modern, semua uang yang dibelanjakan tersedot pada hanya segelintir penerima uang dan pemilik toko serta uang akan berputar hanya pada kalangan orang berduit.

Menurut saya, salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menvitalkan kinerja pasar tradisional adalah dengan melakukan revitalisasi pasar tradisional. Upaya untuk merevitalisasi pasar tradisional ini berdasar pada pertimbangan bahwa perkembangan pasar tradisional di Surabaya dalam beberapa tahun belakangan ini sangat mengkhawatirkan. Kisah sukses pasar tradisional yang dapat terus eksis dengan menggunakan revitalisasi yaitu pasar tradisional kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) di Tangerang, Banten yang meski berada di tengah tengah ritel modern, pengunjung yang datang ke pasar ini tidak kalah ramainya dengan ritel modern.

Revitalisasi pasar tradisional dilakukan dengan pemerdayaan pasar tradisional. Karena jika pasar tradisional tidak mulai berbenah diri maka produktivitas dan kinerja pasar tradisional tersebut akan semakin menurun. Konsep yang diambil untuk pemberdayaan ini yaitu :
  • ·         Perbaikan infrastruktur pasar tradisional
Dengan memperbaiki akses menuju pasar, memperbaiki sarana parkir, Memperbaiki gedung pasar, pengadaan tempat sampah organik dan non organik
  • ·         Pengorganisasian pedagang pasar tradisional.
“Merangkul” para pedagang untuk ikut serta dalam pemusatan pedagang, Memberikan penyuluhan untuk ikut serta dalam pemusatan pedagang. Memberikan pembinaan pada pedagang pasar agar mampu bersaing.
  • ·         Perbaikan manajemen pengelolaan
Selama ini pasar tradisional yang dikelola oleh pemerintah daerah memiliki kesan di masyarakat yang kebersihan dan keamanannya kurang. jika pihak pemerintah daerah tidak mampu mengelola pasar tradisional secara mandiri, pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pihak-pihak yang dapat mengelola pasar secara professional.
  • ·         Pengembangan kemitraan dengan usaha kecil
Kemitraan dengan usaha kecil  ini dimaksudkan untuk meningkatkan keberagaman barang pada pasar tradisional selain itu untuk mempermudah dalam hal pemasokan barang. Pengembangan ini dilakukan dengan membentuk jaringan usaha – usaha kecil dan menengah atau UKM yang kemudian didistribusikan ke pasar tradisional lokal selanjutnya akan didistribusian kepada pasar tradisional daerah.

Selain pemberdayaan pasar tradisional diperlukan pula suatu kebijakan yang menyeluruh mengenai pasar modern dan tradisional. Untuk usaha penanganan ini pemerintah dapat melakukan fasilitasi pembangunan/renovasi fisik pasar, peningkatan kompetensi pengelola pasar, program pendampingan pasar, penataan dan pembinaan pasar (PerpresNo.112/2007). Dalam hal ini kebijakan akan menjamin bahwa semua pemegang kepentingan memahami peraturan.

Dengan merevitalisasi pasar tradisional Surabaya menggunakan pemberdayaan masyarakat diharapkan pasar tradisional mampu bersaing dengan pasar modern serta seluruh masyarakat mulai dari kelas bawah hingga atas akan kembali berbelanja di pasar rakyat/tradisional. Karena hanya pada pasar tradisional perputaran uang untuk masyarakat dapat terjadi.

Rabu, 12 Januari 2011

BOT Sebagai Solusi Pembiayaan Pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) atau Busway di Surabaya

Kepentingan publik transportasi menjadi salah satu infrastruktur paling penting di kota – kota berkembang dengan tingkat masalah yang tinggi. Sebenarnya perencanaan pembangunan infrastruktur telah banyak, tetapi realisasinya sangat rendah. Akibat pertumbuhan ekonomi yang lamban yang berakibat kurang dapat mengimbangi tingkat pertumbuhan pencari kerja.

Seperti perencanaan Bus Rapid Transit atau Busway yang telah lama lama disebut – sebut pemerintah Surabaya untuk mengurangi kemacetan yang ada di Surabaya. Rencana pembangunan BRT atau Busway ini akan direalisasi secepatnya, paling lambat tahun 2013 mendatang. Proyek ini telah digagas pemerintah sejak lama namun sempat gagal pada tahun 2007 dikarenakan masalah pendanaan. Saat ini gambaran angkutan masal yang ada di Surabaya, tidak layak, kumuh serta tidak nyaman, maka diperlukan alat transportasi yang lebih manusiawi agar masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi menuju kendaraan umum. Pemilihan alat transportasi masal ini jatuh pada busway dikarenakan busway lebih murah dalam proses pembangunan dan pengoperasionalannya. Selain itu, daya angkut Busway cukup besar dan bisa menjangkau rute yang ramai penumpang.

Pengembangkan busway di Surabaya tidak akan sama seperti di jakarta. Tidak semua ruas jalan busway yang akan dibangun menggunakan separator atau pembatas jalan yang dibuat dari beton. Sebab beberapa ruas jalan di Surabaya tidak lebar, nantinya ruas jalan yang tidak lebar akan menggunakan garis batas berwarna merah. Kebijakan ini diambil untuk menghindari pengurangan ruas jalan yang sudah sempit. Fase atau rute yang akan dilalui busway yaitu: pertama, membentang di koridor Selatan-Utara Surabaya, mulai Jl Ahmad Yani hingga Tanjung Perak. Fase kedua, mulai bundaran ITS menuju Banyu Urip hingga Tandes. Alternatif fase ketiga yaitu rute ke arah selatan melalui Jl Mayjen Sungkono ke arah Unesa di kawasan Citra Raya.

Anggaran untuk proyek busway telah masuk dalam APBD Kota Surabaya Tahun 2007. Tahap awal pengadaan busway sekitar Rp 90 miliar atau sekitar 43% dari nilai keseluruhan proyek yang mencapai Rp 206 miliar. Anggaran 206 miliar merupakan rincian kebutuhan dari pengadaan 83 unit bus Rp 78,85 miliar, pembuatan 41 jalur BRT Rp 69,7 miliar, pembuatan satu terminal Rp 2,5 miliar, pembuatan 47 halte Rp 16,45 miliar, pembuatan 36 unit JPO baru dan 7 unit JPO lama Rp 15,35 miliar, pembuatan 48 pedestrian Rp 12 miliar, pembuatan satu prasarana pendukung Rp 4,5 miliar, satu depo Rp 2,5 miliar, biaya sosialisasi Rp 1,5 miliar, dan biaya desain, studi, dan supervisi Rp 2,65 miliar.

Pembiayaan Busway dalam studi kelayakan akan menjadi tanggung jawab pemerintah dan swasta. Untuk pembiayaan pembangunan proyek, pemerintah mengajak swasta untuk kerjasama dengan melelang proposal pembangunan Busway. Dimana kerjasama swasta diutamakan dengan dengan pengusaha bus. Keterlibatan pihak swasta ini mengajak Perum Damri dan sejumlah perusahaan otobus (PO) di Jatim yang telah menyatakan kesediaannya untuk berpartipasi melakukan pembiayaan BRT. Berbicara masalah infrastruktur transportasi selalu terkait dengan pembiayaan dari pemerintah, jika hanya mengandalkan dana dari APBD, dikhawatir proyek ini akan berjalan lambat dan tersendat – sendat dikarenakan kebutuhan pembangunan tidak hanya terpaku pada busway.

Dalam pembiayaan pembangunan Busway ini dirasa kerjasama pemerintah swasta (KPS) dapat berupa BOT (Build Operation Transfer). Struktur dalam BOT yaitu pemerintah akan menyetujui untuk mengeluarkan tingkat produksi yang minimum untuk memastikan bahwa operator swasta dapat menutupi biayanya selama pengoperasian. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi resiko kegagalan pendanaan pembangunan di tengah – tengah pengerjaan proyek. Pada BOT pembangunan busway akan dibangun dan dikelola oleh swasta dan dalam jangka waktu tertentu busway serta fasilitas dan pendayagunaannya akan dikembalikan kepada pemerintah dan menjadi milik pemerintah sesuai kesepakatan. Dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab terhadap investasi infrastruktur, sementara swasta investasi pengadaan bus dan pergorganisasiannya. Dengan BOT pemerintah akan meminimalisir dana pasca busway beroprasi, dimana diketahui pemeliharaan dan operasional bis serta sarana dan prasarana membutuhkan dana yang sangat besar.

Dengan adanya kerjasama pemerintah dengan swasta dalam pembangunan proyek busway akan mempengaruhi tarif untuk busway tersebut. Swasta dalam hal ini akan memberikan tarif sedikit lebih besar dibandingkan dengan alat transportasi lain yang dikelola oleh pemerintah. Biaya untuk busway meliputi biaya bus, tiketing, serta pelayanan lainnya. Dari rincian biaya tersebut dapat dibuat skenario berapa harga tiket busway. Pemerintah sebagai pemilik proyek diharapkan dapat memberikan subsidi agar harga tiket busway dapat terjangkau oleh semua masyarakat serta menjadi alat transportasi masal yang relevan.

Diharapkan dengan sistem pembiayaan BOT untuk pembangunan busway, proyek busway dapat terealisasi sesuai dengan rencana. Dengan terealiasinya busway tersebut, diharapkan dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi atau sepeda motor yang masuk ke kota sepanjang hari.